expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Saturday 28 February 2015

Jalan Bandungan by Nh Dini

Jalan Bandungan by Nh Dini
Judul: Jalan Bandungan
Pengarang: Nh Dini
Jenis: Novel, Sastra
ISBN: 979-428-402-5
Penerbit: Djambatan
Tahun Terbit: 1989 (Cetakan Pertama) / 2000 (Cetakan Kedua)
Jumlah Halaman: 380++


Sebelum kita mulai, lihat di bawah ini ada tanda tangan siapa?
Ahaks!


Buku ini, lagi-lagi, saya dapatkan dari Lawang Buku, bersamaan momennya dengan pertemuan saya dengan buku Beastly Boys and Ghastly Girls yang saya review belakangan.

***

Saya lebih sering menemukan buku Jalan Bandungan versi Penerbit Gramedia Pustaka Utama dibandingkan versi Penerbit Djambatan. Buku Jalan Bandungan yang saya berikan untuk pemenang pertama di Birthday Giveaways perdana saya pada bulan Agustus 2014 lalu juga merupakan versi Penerbit GPU. Sstt... Jangan bilang-bilang, ya. Walaupun saya pernah memberikan buku Jalan Bandungan sebagai salah satu hadiah kepada pemenang giveaway yang pernah saya lakukan, saya sebenarnya belum pernah membaca buku ini hingga selesai, hahaha. Baru ketika saya menemukan yang cover Penerbit Djambatan inilah saya akhirnya menuntaskan "hutang" untuk menyelesaikan buku ini, setelah jeda cukup lama sejak pertama kali meminjam buku versi Penerbit GPU bertahun lalu, dan -- meskipun pernah membeli dan segel belum dibuka -- buku saya yang versi Penerbit GPU sudah saya berikan untuk pemenang giveaway Agustus lalu.

Untuk pemilihan cover...

Saya lebih menyukap konsep cover a la Penerbit Djambatan sih, dan bagi saya terasa lebih "mengena" dengan benang merah keseluruhan isi buku. Bukan berarti cover versi Penerbit GPU tidak bagus, bagi saya versi Penerbit GPU lebih menggambarkan konsep hubungan tokoh utama dengan tokoh-tokoh siginifikan lainnya di dalam buku. Sayangnya, saya tidak bisa membandingkan face to face perbedaan cover di kedua versi buku karena, ya itu tadi, satu-satunya buku Jalan Bandungan versi Penerbit GPU saya sudah diberikan ke orang lain.

Jalan Bandungan versi Penerbit Djambatan tidak menyediakan blurb di bagian cover belakangan. Alih-alih, diperlihatkan foto Nh Dini yang sedang mengetik menggunakan mesin tik. Klasik!


Untuk gambaran cover versi Penerbit GPU dan sinopsis cerita, bisa dilihat di sini. Berikut saya masukkan sinopsis cerita yang saya ambil dari sumber yang sama.
"Ah manusia! Selalu tergiur oleh "seandainya". Seolah-olah dengan perkataan itu kita bisa membentuk dunia baru atau kehidupan lain yang sesuai dengan idaman masing-masing." Demikian kata hati Muryati ketika menerima berita bahwa tawanan Pulau Buru akan dibebaskan. Berita ini dia terima dari Winar, sahabatnya.
Muryati adalah seorang dari ribuan wanita yang tidak pernah tahu ke mana pasangan hidupnya pergi sesudah waktu kantor selesai. Kalau suami berkata "akan rapat" atau "menengok teman yang sakit" atau "ke Pak RT merundingkan soal warga kampung", istri tentu percaya saja. Lelaki begitu leluasa meninggalkan rumah jika kesal mendengar rengekan anak, kalau pusing memikirkan serba tanggung jawab keuangan rumah tangga, bahkan pergi ke tempat tertentu bertemu dengan orang-orang tertentu guna membicarakan hal yang berlawanan dengan politik Pemerintah. Sedangkan para istri 24 jam terikat di rumah bersama kerepotan kehidupannya yang itu-itu melulu.
Lalu pada suatu hari, Muryati diberitahu bahwa suaminya terlibat. Mulai saat itu, perkataan "terlibat" akan menyertainya dalam seluruh kelanjutan hidupnya yang tiba-tiba menjadi jungkir balik. Bagaiman dijangkiti penyakit menular, tetangga dan lingkungannya mengucilkan dia. Bahkan saudara kandung dan kerabat dekatnya sekalipun. Dalam usahanya untuk meraih kembali pekerjaan yang telah dia tinggalkan lebih dari sepuluh tahun, di mana-mana pintu tertutup. Muka masam, kalimat sindiran atau mentah-mentah tolakan: khawatir dicurigai, takut terlibat!
Namun dalam kegelapan masa depan itu, lengan ibunya terbuka lebar merengkuhnya: Muryati kembali ke rumah orangtua bersama anak-anaknya. Dan ketegaran Ibu, si pedagang kecil inilah yang mengilhami kegigihan perjuangan Muryati untuk berjuang mencari selinapan peluang di sana-sini, demi harga diri sebagai perempuan dan kemampuan orangtua tunggal yang membesarkan anak. Beruntun akan dia alami berbagai "bumbu" kehidupan. Malahan dia terpilih di antara sedikit orang yang di masa itu berkesempatan belajar ke luar negeri. Bahkan kebahagiaan yang sangat mewah: pengalaman mencintai dan dicintai laki-laki yang dia kira akan merupakan puncak jalan kehidupannya.

Ya...
Ini tentang isu 1965 dan kehidupan pasca 1965, yang artinya adalah kita akan bersentuhan lagi dengan isu PKI dan imbasnya ke siapapun yang dianggap terlibat (secara langsung, tidak langsung, maupun yang apes karena kehidupannya berada di lingkaran orang-orang yang terlibat).

Ya...
Ini tentang Nh Dini dan gaya khas feminism yang selalu tercermin di dalam banyak sekali buku-bukunya, minimal terlihat dari bagaimana dia meletakkan tokoh perempuan sebagai sentral dari isu-isu yang ingin dia ceritakan di dalam bukunya. Setelah pertama kali membaca Namaku Hiroko belasan tahun yang lalu (mungkin) ketika saya SMP atau peralihan SMA, dan jatuh cinta sekali dengan buku tersebut, saya mulai meraba bahwa karya Nh Dini selalu mengetengahkan karakter perempuan yang kemudian lebih mampu menunjukkan power sebagai perempuan mandiri; biasanya setelah melewati serangkaian peristiwa tertentu yang membuat mereka harus seperti itu. Sedikit cerita mengenai kesan saya terhadap karya-karya Nh Dini, terutama terkait dengan Namaku Hiroko bisa dibaca di sini

***

Jalan Bandungan terdiri dari empat bagian. Bagian pertama, merupakan present days, sejenis Prolog; di mana kita diajak untuk bertemu dengan Muryati ketika dia menerima kabar mengenai pembebasan tahanan Pulau Buru, di saat kehidupannya mulai jauh lebih stabil dan dia juga sudah bertemu dengan orang yang membuatnya menemukan makna baru tentang cinta. Bagian kedua merupakan flashback dan memiliki porsi terbanyak dibandingkna dengan bagian-bagian lainnya. Bagian ini membawa kita untuk bertemu dengan Muryati yang masih muda dengan segala aktivitasnya, dan berkenalan dengan laki-laki yang kelak menjadi suaminya. Konflik-konflik awal dari kehidupan pernikahan hingga bagaimana kemudian suaminya dianggap terlibat dan "menghilang", serta bagaimana Muryati menata kembali hidupnya dengan melakukan hal-hal baru, semuanya ada di sini. Bagian ketiga merupakan cerita mengenai kehidupan Muryati dengan cintanya yang baru, serta menjadi benang merah dari judul buku. Kemudian, di bagian keempat, kita kembali ke present days dan bagian ini merupakan klimaks dari bagaimana Muryati yang bertahun-tahun berjuang sendiri dan menemukan cinta yang baru, lalu harus berhadapan dengan kehadiran cintanya yang lama, serta bagaimana dia mengambil penyelesaian dari kekisruhan yang muncul. 

Penasaran?
Ya, silakan dibaca saja bukunya, hahaha.

Seperti yang sudah saya singgung di atas, karakter Muryati di dalam buku Jalan Bandungan juga mengisahkan tentang perempuan yang sebelumnya terkesan harus "tunduk" pada kekuasaan laki-laki -- dalam hal ini suaminya -- yang tidak memperbolehkan Muryati untuk mencapai mimpi. Hingga akhirnya sesuatu terjadi pada suaminya, dan selama proses berjuang itulah akhirnya Muryati menemukan kembali impian-impian dan gairah hidup yang baru dengan berdiri di atas kakinya sendiri, serta dibantu oleh orang-orang yang sangat memahami dirinya.

Buku Jalan Bandungan merupakan novel dewasa. Ada beberapa konten seksual yang terdapat di dalamnya, meskipun tidak begitu vulgar dibandingkan dengan buku-buku penulis perempuan lainnya -- yang sering disebut sebagai sastra wangi itu. Tenang saja, posisi Nh Dini bagi saya lebih teratas dibandingkan penulis-penulis perempuan Indonesia lainnya yang menulis dengan genre serupa dengan Nh Dini

Untuk kepenulisan, emm... jika dibandingkan dengan Namaku Hiroko, maka Jalan Bandungan terasa lebih datar bagi saya. Emosi para tokohnya tidak begitu tergali mendalam seperti yang saya rasakan ketika membaca Namaku Hiroko. Maaf, ya, jika saya seringnya membandingkan dengan Namaku Hiroko. Dari sekian buku Nh Dini yang pernah saya baca, hanya Namaku Hiroko yang paling berkesan dan memorable, sehingga apapun judul buku Nh Dini yang sedang saya baca pasti akan saya bandingkan dengan Namaku Hiroko, huehehe~

Selain itu, penyelesaian akhir dari novel juga agak nganu bagi saya, terasa sedikit ada inkonsistensi dengan bagaimana karakter yang terlibat menjalin hubungan sebelumnya. Tetapi, yasyudalaya~

Oh iya, karena ini aslinya merupakan buku yang dicetak pertama kali sejak sangat lama, beberapa kata juga ditulis sesuai kaidah pada masanya. Misalnya, penulisan "Eropa" dengan "Eropah". 


Overal 3/5



Have a blessed day!