expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Thursday 15 January 2015

Hanakotoba by Primadonna Angela


Judul: Hanakotoba
Pengarang: Primadonna Angela
Jenis: Kumpulan Cerpen, Teenlit
ISBN: 978-602-03-1027-5
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman: 281++


BLURB

Tiap bunga punya makna tersendiri. Tiap bunga beresonansi dengan emosi dan harapan yang ada di dalam hati. Ketika Ran membuka Hanakotoba -- bahasa bunga -- untuk mengobati patah hati, seiring berlalunya hari, tak diduganya orang lain merangkai kisah warna warni dengan puspa yang dipajang di tokonya.

Beberapa jiwa yang bersentuhan dengan bunga, mendapati mereka telah diubah sepenuhnya. Demikianlah yang terjadi dalam berbagai cerita pendek dalam Hanakotoba.


***

Blurb sudah menggiring kita menuju suguhan cerita-cerita pendek yang ditawarkan Donna di dalam buku ke-25 dia yang berjudul Hanakotoba; bahasa bunga, karena tiap bunga punya arti. Masing-masing membawa pesannya sendiri.


Total ada 26 judul cerita pendek, yang semuanya diberi judul dengan nama-nama bunga dan digarap sesuai dengan "pesan" yang ingin disampaikan oleh "makna" dari masing-masing bunga tersebut. 

Bahkan, untuk memberikan judul pada "Ucapan Terima Kasih" dan "Prakata" pun Donna memberikan judul-judul dengan nama bunga dan diberikan ilustrasi gambar bunga sebagai pelengkap. Saya suka sekali dengan konsepnya, ditambah, saya juga suka menggali informasi mengenai nama bunga, makna dari bunga, serta mitologi-mitologi terkait dengan bunga tersebut. Take a look...

Bluebell - Ucapan Terima Kasih

Edelweiss - Prakata

Hanakotoba merupakan salah satu budaya di Jepang, maka wajar saja jika tema buku dan penamaan bunga-bunga yang menjadi judul setiap cerita di buku ini menggunakan bahasa Jepang.

Di sini, Hanakotoba bukan sekadar buku yang membawa saya kembali membaca karya-karya Donna setelah sempat vakum membeli buku-bukunya sejak tahun 2012, melainkan juga sebuah buku yang saya sukai karena tema dan konsep yang diusungnya. 

Berkat membaca Hanakotoba, saya juga baru menyadari bahwa logo teenlit yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama sudah berubah. Logo baru ini terkesan lebih "dewasa", sehingga saya memiliki feeling bahwa isi Hanakotoba tidak seperti teenlit-teenlit Donna yang saya sering baca sekitar tahun 2006-2012 dulu, beberapa bahkan saya koleksi. 

Dan benar saja, saya merasakan sensasi yang berbeda ketika membaca Hanakotoba halaman demi halaman.

Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, Hanakotoba memiliki 26 cerita pendek. 26 cerita pendek tersebut bisa berdiri sendiri sebagai sebuah entitas masing-masing. Tetapi, ada benang merah yang mengikat keseluruhan cerita. Apalagi kalau bukan sebuah toko bernama Hanakotoba; toko yang dibuka oleh seorang gadis bernama Ran, ketika dia sedang berusaha menyembuhkan patah hati pasca ditinggal pergi oleh kekasihnya. Ran ini mungkin saja manusia setengah peri, seperti yang selalu dipercayai olehnya, karena ia memiliki sebuah kemampuan khusus -- kemampuan istimewa -- yang bisa membuatnya terhibur sekaligus membantu para pelanggan.

Siapa saja pelanggan-pelanggan Ran?
Banyak. 

Setiap tokoh utama di dalam cerita-cerita pendek yang diuraikan oleh Donna di dalam buku Hanakotoba adalah para pelanggan Ran, tua maupun muda (sebagian besar adalah remaja), yang menemukan solusi atas permasalahan mereka setelah mendatangi Hanakotoba dan mendapatkan bunga-bunga sesuai cerminan permasalahan-permasalahan mereka. Konsep dasar inilah yang menurut saya paling menarik dan membuatnya berbeda dari teenlit lainnya, termasuk dari sekian banyak teenlit Donna sebelumnya. 

Berhubung Hanakotoba merupakan kumpulan cerpen teenlit, maka saya lebih membandingkannya dengan kumpulan cerpen teenlit Donna yang pertama, yaitu Ratu Jeruk Nipis, dan bukan membandingkan Hanakotoba dengan novel-novel teenlit Donna yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada kumpulan cerpen teenlit hasil karyanya.

Setidaknya, saya menemukan beberapa perbedaan mendasar di antara Ratu Jeruk Nipis dan Hanakotoba, yaitu:
  1. Ratu Jeruk Nipis, tidak memiliki konsep sematang Hanakotoba. 
  2. Semua cerita di Ratu Jeruk Nipis, seperti kebanyakan kumpulan cerpen, berdiri sendiri dan tidak ada benang merah yang menarik seperti di Hanakotoba. 
  3. Ratu Jeruk Nipis terlihat lebih kekanakan, walaupun tidak sebegitu kekanakan seperti novel-novel teenlit Donna. Sementara Hanakotoba terlihat lebih matang, lebih dewasa, dan lebih wise.   

Kesan matang, dewasa, dan wise ini juga banyak tergambar dari tokoh-tokoh remaja yang ada di setiap cerita pendek di Hanakotoba. Jadi, remaja yang digambarkan bukan remaja yang terkesan begitu labil, seperti yang sering saya temukan di dalam karakter utama remaja di novel-novel teenlit maupun utama dewasa di novel-novel metropop milik Donna. Setidaknya, seperti yang banyak saya baca SEBELUM saya vakum membeli dan membaca buku-bukunya Donna.

Sejak pertama mengenal tulisan Donna di novel metropopnya yang berjudul Quarter Life Dilemma dan Quarter Life Crisis (saya lupa yang mana yang lebih dulu saya baca), saya menyukai gaya penulisan Donna. Ada ciri khas yang sering nampak di dalam buku-bukunya, terutama jika sudah menyangkut tema Jepang (apalagi jika sudah menyangkut budaya dan penamaan karakter) serta tema makanan (saya senang sekali jika Donna sudah memasukkan tema ini dan memberikan banyak resep-resep makanan yang termasuk mudah dibuat). Jadi, meskipun Donna seringkali "boros" kata dan memasukkan kalimat-kalimat yang "mubazir" di dalam novel-novelnya, saya bisa tetap menghargai tulisan-tulisan Donna karena memiliki ciri-ciri khas tadi. Nah, bagian "boros" dan "mubazir" kata atau kalimat ini yang tidak saya temukan di Hanakotoba. Terus terang saja, saya merasa kehilangan. Meskipun di sisi lain, saya menemukan jejak baru dari tulisan Donna yang tidak saya temukan ketika membaca tulisan-tulisan yang pernah saya baca sebelumnya, yaitu, ada kematangan ide dan konsep, serta tulisan yang lebih padat dan kaya makna.

***

Kisah tentang Ran dan toko bunga Hanakotoba hanya diisi pada bagian pertama dan akhir cerita. Di cerita ke-dua dan ke-tiga, Donna mulai memperlihatkan bagaimana Ran menghadapi masalah-masalah pelanggannya, dengan memanfaatkan media bunga yang dijual di Hanakotoba. Cerita-cerita tersebut dari sudut pandang Ran. Pada akhir perjalanan kisah, di cerita ke-26, barulah cerita tentang Ran dilihat dari sudut pandang orang lain; laki-laki yang membuat Ran "melarikan diri" di Hanakotoba.

Menginjak cerita ke-empat, mulai lebih fokus pada sudut pandang para tokoh (pelanggan Hanakotoba) menemukan solusi dari interaksi mereka dengan Ran. Ada juga yang menemukan solusi atau kekuatan baru ketika mereka mendapatkan bunga dari seseorang yang membelinya di Hanakotoba, dan ada juga yang mendapatkan solusi serta kekuatan ketika memutuskan mampir ke Hanakotoba dan membeli bunga di sana.

Ada cerita-cerita yang kemudian membuat kita menyadari bahwa para tokoh di cerita ini dan itu ternyata saling terikat hubungan tertentu. Ada pula yang sangat terlihat bahwa mereka tidak memiliki hubungan apapun dengan tokoh-tokoh di cerita lainnya, selain memiliki kesamaan yaitu pernah berinteraksi dengan Ran dan bunga-bunga jualannya.

Sekali lagi, setiap cerita di buku Hanakotoba memang bisa berdiri sendiri secara utuh. Namun, ada benang merah dengan cerita-cerita lainnya. Kita, sebagai pembaca, adalah orang-orang yang menghayati hubungan antar cerita, antar tokoh, dan benang merah di antara semuanya.

***

26 cerita di buku Hanakotoba selalu dimulai dengan ilustrasi sesuai judul dengan nama bunga, berikut gambaran makna dari bunga tersebut, di mana setiap gambaran makna itulah yang menjadi tema utama dari tiap cerita terkait. 

Ini contohnya...   



Untuk lebih lengkap, ini dia daftar judul dari 26 cerita pendek di Hanakotoba:
  1. Hanakotoba
  2. Shiragiku. Kebenaran, kata sederhana namun mengancam dan mencekam. Kesungguhan, untuk menerima akan menghapus segala yang suram. Krisan putih, lembut dan suci. Menandakan kebenaran yang tidak dapat disangkal.
  3. Wasurenagusa. Cinta sejati, bisa saja hadir berkali-kali. Kalau setelah sepuluh, dua puluh tahun, cinta tetap membara, kemungkinan besar kau akan mengenang cinta itu untuk selamanya. Forget-me-not, jangan lupakan aku. Cinta yang tak akan lekang oleh waktu.
  4. Kuchinashi. Semakin disimpan, semakin dijaga, semakin berat pula rasanya. Makanya, kalau suka, jangan diam saja! Kacapiring, maukah kau menyimpan beban dalam hatiku? Mengenai cinta, yang harusnya menjadi rahasia...
  5. Sumire. Hanya mereka yang paling tegar dan tabah, yang bisa menerima kejujuran sepenuhnya. Violet, maukah kau membawakan kebenaran kepadaku? Atau, apa kau pikir aku tak sanggup menanggung semua beban itu?
  6. Shirayuri. Percaya, kata yang mudah diucapkan tak semudah membalik telapak tangan saat melakukannya. Lili putih, lambang suci, lambang murni. Yang bisa saja mendatangkan sakit hati.
  7. Sayuri. Apa perlunya memelihara dendam? Sengatannya hanya melukai dirimu. Lili oranye, bagi yang punya ganjalan di masa lalu. Tenangkanlah batinku, jagalah agar kesumat tidak menguasai hidupku.
  8. Tsutsuji. Kadang kesabaran dibutuhkan untuk mencapai sesuatu yang benar-benar kauinginkan.
  9. Tsubaki. Semoga kita tidak masuk dalam kategori mereka yang membuka hati dengan berseri-seri hanya demi kekaguman sesaat yang bukanlah cinta sejati. Bunga camellia merah, seperti senyum yang membuat wajah menjadi cerah, semoga ketika jatuh cinta, aku tetap bahagia dan tidak kehilangan arah.
  10. Sakuraso. Hati-hatilah dalam membuat permohonan. Ketika dikabulkan, jangan-jangan ada apa-apanya... Primrose yang anggun, ketika aku terdesak putus asa, aku berharap diberi kekuatan untuk bertahan.
  11. Botan. Ada cara menunjukkan ketangguhan. Bertarung atau bertahan? Pilih yang sesuai untukmu. Berkat peony, aku paham apa artinya keberanian. Keteguhan untuk menjadi diri sendiri, meski lingkungan ingin mengubahmu jadi sosok yang berbeda.
  12. Kiiro bara. Kepercayaan itu mahal harganya. Sekali terkoyak, susah untuk kembali merajutnya. Mawar kuning, banyak yang berkata ini pertanda cemburu dan iri. Semoga kita dijauhkan dari segala dengki.
  13. (Yotsu ha no) kuroba. You made your own luck. All you need? Faith and a little pluck. Semanggi berdaun empat, tanda keberuntungan, begitulah kata orang. Namun keberuntungan takkan berarti, kalau tidak diciptakan sendiri.
  14. Ajisai. Kadang kita berpikir sudah melakukan banyak hal untuk orangtua, padahal semua itu tak ada artinya dibandingkan semua pengorbanan mereka. Bunga hydrangea jelita, jagalah hati agar aku tak terlalu membanggakan diri.
  15. Ayame. Setiap hari, kita menanti-nanti. Berita baik, yang akan menyenangkan hati. Kupandang bunga iris warna-warni dalam vas bening, menandakan berita baik yang akan segera tiba. Kerut takkan lagi menghiasi kering, karena berkat dari-Nya akan segera menjelma.
  16. Oniyuri. Banyak harta belum tentu menjurus bahagia, malah menjurus petaka. Tiger lily, tidak biasa, istimewa, memesona. Menunjukkan harta benda yang bisa berarti apa saja.
  17. Jakoendo. Goodbye, so easy to say, so difficult to bear. Goodbye, because it is final, because it is time. Goodbye, there won't be a next time. Sweet pea, please convey this last feeling: I will always remember. I will treasure the memories in my heart.
  18. Sakura. Life is fleeting, life is short. Make it worthwhile with the ones you love. Cherry blossom, swaying oh ever so slowly. So gentle, oh so gentle, they seize my heart completely.
  19. Sagiso. Dreams and realities often intertwine. Which ones are real? Can you choose both of them? Habenaria radiata. That's your name. The name that will haunt your waking days and sleeping mights. Because the meaning is... "My thoughts will follow you into your dreams".
  20. Suisen. Berikan dengan sukarela. Rasa hormat dan kasih sayang, tanpa berpamrih akan menjelma jadi sukacita. Rumpun daffodil, seiring lenggak-lenggokmu ketika diterpa bayu, semoga semakin banyak orang yang layak mendapat rasa hormat muncul dalam hidupku.
  21. Mokuren. Banyak cara untuk jatuh cinta. Kalau bisa memilih, kamu mau coba yang mana? Magnolia, kau bisa saja menjadi saksi, cinta terhadap alam yang kurasakan, murni, timbul begitu saja. Um, tapi aku harus mengakui, cinta itu diawali dari... sesuatu yang lain. Tidak apa-apa, kan?
  22. Tenjikubotan. Selera tak bisa dipaksa, tak bisa ditunda, tak bisa diburu-buru. Namun seiring berlalunya waktu, selera bisa tumbuh dan berkembang, sehingga yang dulu kaupikir tak kausukai, ternyata bisa kaucintai. Dahlia, akuilah, aku memang memiliki selera tinggi -- karena selalu mendambakanmu!
  23. Hinagiku. Kadang kita percaya begitu saja, tanpa memedulikan logika. Daisy yang berseri-seri, ini memang masalah kepercayaan dan keyakinan. Suatu hati nanti, dia akan kembali padaku. Aku yakin itu.
  24. Hinageshi. Kadang tanpa sadar kita mencari kenyamanan dari orang-orang yang sebenarnya kita sayangi, tapi enggan kita akui. Poppy rupawan, bantu aku meraih kenyamanan, agar hidupku diberi berkat tak berkesudahan.
  25. Suzuran, Janji tak punya makna kalau diucapkan sekenanya tanpa ada niat untuk melakukannya. Bunga lily of the valley, ketika dia mengucapkan janji untuk kebahagiaan, sebenarnya yang dimaksudkannya bahagia untuk kami, atau hanya untuk dia?
  26. Ran. Karena setiap orang memiliki jiwa, yang berhak untuk bahagia. Anggrek, kemolekan dan keanggunanmu tiada terkira. Sungguh tepat untuk menjadi simbol sesuatu yang berharga.

That's all...

Jangan menilai isi masing-masing cerita pendek berdasarkan kalimat-kalimat puitis yang menjadi pengantar bagi setiap permulaan kisah, karena ada kemungkinan salah dalam mengira isi cerita. Ada yang makna bunganya terkesan sendu, tetapi ceritanya tidak ada kesedihan sama sekali. Ada yang makna bunganya terkesan thriller, tetapi ceritanya lebih berupa drama. Begitu juga yang lainnya.

Cerita-cerita yang ada di dalam Hanakotoba menyentuh segala aspek. Ada tema keluarga, persahabatan, permusuhan, kerinduan, perkenalan, perpisahan, dan lain-lain.

Jika diminta memilih mana cerita yang paling menjadi favorit saya, maka saya akan memilih dua cerita, yaitu Ajisai dan Sakura, dengan alasan masing-masing. 

Saya menyukai Ajisai karena menyentuh tema hubungan antara anak dan Ibunya, di mana tokoh anak (seorang remaja perempuan) ingin membalas jasa Ibunya. Ketika kesempatan untuk membalas jasa itu tiba, ternyata oh ternyata... 

Sementara, saya memilih Sakura karena Donna menerjemahkan isinya dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan 25 cerita lainnya. Sakura dituliskan Donna dengan cara yang indah melalui narasi sebanyak dua halaman yang full berbahasa Inggris. Ini tentang janji, kesetiaan, dan kehilangan. Bagi saya, Donna mampu menciptakan narasi yang lebih cantik ketika ia meramu tulisannya dengan menggunakan bahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia. 

***

Dari semua tulisan Donna yang pernah saya baca, rasanya saya paling menyukai Hanakotoba dan memberikan nilai yang lebih besar untuk Hanakotoba pula. Saya memberikan nilai tinggi untuk Hanakotoba bukan karena buku ini begitu sempurna -- beberapa narasi bahkan terkesan datar bagi saya dan ada beberapa typo fatal yang sampai jauh sekali perbedaan maknanya, seperti kata "kau" yang ditulis "mau" (p. 40) serta "yang" ditulis menjadi "sayang" (p. 256). Belum lagi ukuran font tulisan yang termasuk kecil dan membuat mata saya lumayan sering terasa pedih -- melainkan karena saya menemukan pengalaman-pengalaman baru ketika membaca karya Donna yang ini, yang tidak saya temukan ketika saya membaca buku-bukunya yang terdahulu.

I guess...

Vakum dari membaca karya seseorang -- yang bukunya lumayan banyak saya koleksi -- dan kemudian kembali lagi untuk membaca karyanya yang terbaru, ternyata bisa membawa sensasi dan pengalaman baru ya? Seru juga. Ya, walaupun ada pengecualian untuk Kotak Mimpi. Saya jadi penasaran untuk segera membaca metropop Donna yang terbaru -- Yozakura (Sakura Malam) -- yang terbit sedikit lebih belakangan daripada Hanakotoba. Siapa tahu saya menemukan hal baru, yang kurang lebih serupa dengan keseruan ketika membaca Hanakotoba, mengingat Yozakura juga bertema Jepang.

\(^o^)/

Overal 5/5


Have a blessed day!